Kidung Syafaat "Teknologi Grubyak-Grubyuk"

Sinden dan Gadget


Ketika mengetik ini saya baru pulang dari salah satu simpul maiyah yang ada di Kota Salatiga, tepatnya di daerah Cengek. Sekarang hampir pukul tiga pagi, tapi saya ingin segera menulis apa yang ada dipikiran saya sekarang supaya tidak banyak lupa. Namaya adalah Kidung Syafaat. Acara ini rutin satu bulan sekali yang diselenggarakan pada tanggal 7 setiap bulanya. Ini kali ketiga saya mengikuti pengakian ini, yang kedua dengan diadakan juga pagelaran wayang.  Disini selain mengaji, kita juga dapat berdiskusi dengan tema yang telah ditentukan sebelumya. Pada hari ini tema yang dipilih adalah “Teknologi Grubyak-grubyuk”, sangat dekat dengan kehidupan kini dimana gawai atau kerenya itu gadget sudah menjadi dilema bagi kita saat ini. Tak terkecuali efek-efek yang ditimbulkan dan perubahan sosial yang terjadi di khalayak luas. Karena sedikit menggelitik saya coba tuangkan apa yang kiranya saya dapat dari diskusi-diskusi tadi dalam kacamata pemikiran saya.

Tak dipungkiri sekarang kita dengan mudah dan familiar dalam  mengakes situs seperti Google, Youtube, Facebook dll. Semua dapat diakses dengan alat genggaman tangan. Bahkan jika tak ingin mengetik dapat berbicara langsung lalu smartphone memprosesnya. Semua jarak dipangkas ke hitungan detik dan menit. Kemudahan diatur dalam sistem-sistem yang menyelesaikan problem masa lampau. Manusia dapat saling berkomunikasi dengan banyak pilihan tawaran aplikasi. Diskusi dimulai dengan menelisik kembali ketika kemudahan-kemudahan itu tidak serta membuat penggunanya auto-bijak. Dalam perkembangan informasi kini seumpama, kita kadang sesak dengan berita yang belum tentu benar adanya. Minimal adalah isi berita yang tidak sesuai dengan judul beritanya. Memang media massa sekarang sudah menjamur dalam bentuk online. Mereka mendapatkan keuntungan yang konon dihitung per-klik. Jika judul beritanya sangat heboh, asumsinya orang akan membuka link tautan tersebut. Entah setelah itu dibaca sampai habis atau kecewa ditengah beritanya yang tak seheboh judulya, yang penting di buka itu link-nya. Tapi saya menyadari akan ini bahwa jurnalistik tentang informasi, bukan kebenaran. Dan saya setuju jika menyikapi ini dengan jangan “kagetan”. Kita harus pandai memilah dan memilih berita, apalagi untuk berniat menyebarkanya.

Mengarah ke literasi masa muda kaum kita yang kurang mengindahkan dan kritis darimana sumber tulisan tersebut. Para mahasiswa yang mengikuti acara  ini mengakui Google lebih banyak membantu, tapi sangat menggoda untuk hanya sekedar kopi paste. Mungkin saya pikir tidak mungkin semudah kopi paste saja, pasti ada yang diolah sedikit-sedikit agar tidak terlalu mirip. Tapi dalam segi waktu dan fleksibilitas, google memang lebih unggul dari mendatangi perpustakaan. Hanya saja buku lebih membantu kita untuk bertanggungjawab akan sumber-sumber yang kita suguhkan atas nama kita. Beberapa yang berprofesi guru mengatakan pengalaman tentang sesuatu yang tidak diketahuinya ketika sedang mengajar tak jarang pula yang mencarinya via google. Lalu apa bedanya dengan murid yang mencarinya sendiri? Seperti kita ketahui dunia internet sangat luas. Semua dapat menulis dan membagikan tentang apapun. Temasuk sesuatu yang menyimpangkan keaslian dan menggiring opini. Guru dapat memilahnya lebih baik karena pengalamanya tentang hal itu lebih banyak dari si murid. Hingga si murid dapat ilmu itu dari sumber yang bertanggungjawab, yaitu seorang guru.

Diskusi masih berlanjut, masuk ke kebiasaan orang perorang yang sudah menjamak. Tidak asing lagi ketika bangun tidur banyak diantara kita yang mencari smartphonenya. Tidak jarang pula yang menyendiri di keramaianya dunia maya. Menurut saya, kita sangat bebas didunia maya. Bahkan saya mengalami masa-masa dimana awal bersosialmedia sangat bebas menulis dan mengungkapkan pendapat. Sekarang ketika melihat kiriman-kiriman lama itu tekadang membuat tertawa sendiri. Yang saya instropeksi adalah ketika saya pertama mendapatkan ruang mengemukakan pendapat tanpa menghadapi sorot mata tajam banyak orang, mengetik tanpa merasa grogi karena tidak seperti bicara didepan banyak orang. Saya menjadi bebas dan sangat ekspresif. Ketika emosi terbawa maka akan muncul dengan ekspresi tulisanya. Saya bisanya dengan sarkasme, tapi dipostingan dulu sungguh tidak berbobot. Malu dan senyum-senyum sendiri akhirnya. Eh jangan-jangan sekarang masih ya… tunggu lima atau sepuluh tahun lagi. Saya akan baca lagi tulisan ini. Hehehe


Saya teringat keponakan saya yang terkadang tidak dapat terlepas dari tabletnya. Apakah itu baik ya untuk dia? Lalu teringat video DOES milik Erix Soekamti. Dia berpendapat kira-kira ketika smartphone itu ditemukan dan marak saat jaman kita masih kecil dulu, apakah kita juga tidak punya kemungkinan yang sama untuk menjadi tablet maniak? Dan sepertinya yang punya kecenderungan tidak dapat lepas dari androidnya menjangkit orang dewasa juga. Hanya saja orang dewasa sudah tak punya kewajiban jam belajar, sehingga tak membuat ibu-ibu pusing. Akihrnya sampai pada sebuah pendapat bahwa teknologi itu tergantung kita menyikapinya. Ada yang menganalogikanya seperti aliran deras, kita tak harus melawanya dan jangan sampai terseret arusnya. Cukup berselancar memanfaatkan gelombangya menuju yang akan kita capai. Ada yang mengibaratkan smartphone dapat lebih besar dari gunung jika dipandang dekat mata. Gunung dibelakangnya akan tidak terlihat. Tapi bukan berarti untuk melihat gunung smartphone itu harus dibuang. Mungkin hanya perlu diseimbangkan dengan menjauhkanya sedikit. Kita juga dapat bersilaturahmi dengan orang disekitar kita secara langsung, yang sensasi dan perasaan yang terbangun akan berbeda dengan lewat chat-chat sekarang. Dapat bersosialisasi dengan lingkungan sehingga lebih banyak interaksi yang membuat kita tidak stress. Tapi ketika kita punya panggilan rapat urgent dapat menghemat biaya dan waktu hanya dengan E-mail atau pesan Whatsap.  Teknologi tidak dipungkiri akan terus berkembang. Tapi jangan sampai manusia terlampaui nalarnya hingga tak sadar gadget itu canggih tapi  tidak begitu pintar. Lebih parah lagi sampai kita menyalahkan teknologi atas apa yang sebenarnya kita lakukan sendiri. Salam…

Komentar

Postingan Populer